Tepat 48 tahun lalu, tanggal 1
Oktober 1965, terjadi peristiwa yang menjadi lembaran hitam dalam sejarah
bangsa kita, Indonesia. Sebagian kelompok ingin memaksakan ideologinya kedalam
konstitusi berbangsa dan bernegara dengan cara yang tidak manusiawi. Lagu
genjer-genjer menjadi soundtrack pembunuhan berdarah 10 pahlawan revolusi di
Jakarta dan Yogyakarta. Pendudukan Kantor Radio Republik Indonesia, penculikan
dewan jenderal dan tindakan sadis berikutnya yang dilakukan kelompok tersebut
dianggap tindakan yang berlawanan dengan dasar negara saat itu, PANCASILA.
Mari kita lupakan semua
konspirasi yang berkaitan dengan peristiwa yang terjadi saat itu. Mari kita
lupakan tentang hasil visum 7 jenderal yang dikubur dalam sumur tidak diumumkan
dan bahkan dilebih-lebihkan, sebagian orang bahkan berkata pembasmian terhadap
kelompok yang dianggap bertanggung jawab yaitu PKI dan terusannya seperti
Gerwani lebih sadis. Mari kita lupakan tentang konspirasi untuk menjatuhkan
presiden yang berkuasa saat itu, Soekarno dan semua keterlibatan agen asing
dalam peristiwa ini. Mari kita fokus pada PANCASILA, lima sila yang menjadi
ideologi dan dasar negara, yang semakin tabu untuk dibicarakan saat ini.
Perlahan perannya hilang dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara digantikan
oleh beragam ideologi ataupun pemahaman yang universal akan PANCASILA.
Kembali kita diajak untuk
mundur 5 tahun 1 hari sebelum tanggal 1 Oktober 1965 untuk pertama kalinya
PANCASILA diperkenalkan dalam sidang PBB oleh Soekarno. “Arus sejarah memperlihatkan
dengan nyata bahwa semua bangsa memerlukan suatu konsepsi dan cita-cita. Jika
mereka tak memilikinya atau jika konsepsi dan cita-cita itu menjadi kabur dan
usang maka bangsa itu dalam bahaya”, inilah yang disampaikan Soekarno saat
menyampaikan pidatonya dalam sidang PBB tanggal 30 September 1960 tentang
konsepsi dan cita-cita Bangsa Indonesia, PANCASILA. Baru 15 tahun Indonesia
merdeka namun suatu konsep yang menarik telah dibawa dalam ranah internasional
yang mendapat apreasiasi luar biasa dari peserta sidang. Tapi itu dulu, saat
pengaruh globalisasi belum begitu kuatnya seperti sekarang, saat
manusia-manusia Indonesia masih satu dalam rasa dan asa.
Naskah Piagam Jakarta |
PANCASILA lahir melalui proses
yang tidak mudah. Perdebatan sengit dalam sidang pertama BPUPKI selama 4 hari
sejak tanggal 29 Mei hinggal 1 Juni 1945, melahirkan gagasan PANCASILA yang
masih berbeda dengan apa yang kita kenal saat ini. Soekarno berhasil meramu
hasil sidang menjadi lima poin penting yaitu Kebangsaan Indonesia,
Internasionalisme, Mufakat, Kesejahteraan Sosial dan Ketuhanan Yang
Berkebudayaan. Saat itu juga dijelaskan kenapa sila tersebut berjumlah lima? Penjelasannya
sangatlah sederhana, dalam islam dikenal adanya rukun islam yang berjumlah
lima, dalam tradisi jawa dikenal pantangan Mo Limo, belum lagi adanya kesatria
jawa yang berjumlah lima yaitu pandawa lima. Wajarlah kita bertanya kenapa
tidak tiga atau satu saja? Ternyata kembali Soekarno menjelaskan kalau memang
ada peserta sidang yang tidak setuju satu juga tidak masalah karena semua sila
yang ada berlandaskan semangat gotong royong. Peserta sidang walaupun terdiri
dari beragam kelompok yang mewakili ideologi tertentu menerima apa yang
disampaikan Soekarno dan bersiap untuk sidang kedua yang diadakan bulan Juli
untuk membahas rancangan undang-undang dasar. Diantara waktu sidang pertama dan
kedua, dibentuklah panitia sembilan yang diketuai oleh Soekarno dan berhasil
merumuskan piagam jakarta pada tanggal 22 Juni 1945. Piagam jakarta inilah yang
akan menjadi acuan pembukaan UUD 1945 yang kita kenal sekarang dan berisi
PANCASILA. Jepang yang menjajah Indonesia di tahun 1945 telah berjanji
memberikan kemerdekaan pada tanggal 24 Agustus 1945 dan petinggi-petinggi
Indonesia saat itu sedang mempersiapkan segala perangkatnya dengan matang namun
serangan bom atom Hiroshima-Nagasaki pada tanggal 6 dan 9 Agustus dijadikan
celah bagi bangsa Indonesia untuk mempercepat proses kemerdekaan, wajar saja
karena Filipina dan Myanmar diberikan kemerdekaan lebih cepat dari seharusnya.
Tepat pada tanggal 17 Agustus 1945 akhirnya Indonesia menyatakan merdeka
sebagai bangsa dan negara dan tanggal 18 Agustus 1945 adalah waktu dimana
PANCASILA dan UUD 1945 dijadikan ideologi dan dasar dari segala sumber hukum
yang berlaku di Indonesia serta dasar dari konsitusi yang berlaku. Ada hal yang
menarik dari perumusan PANCASILA yaitu penghapusan 7 kata pada sila pertama
Ketuhanan dengan kewadjiban mendjalankan syariat Islam
bagi pemeluk-pemeluknya menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa. Pelajaran yang
sangat penting bagi kami generasi saat ini, masukan dari minoritas mampu
merubah sesuatu yang fundamental dalam hitungan menit. Suatu proses demokrasi
mufakat sudah diajarkan sejak awal lahirnya PANCASILA.
“Arus sejarah memperlihatkan dengan nyata bahwa semua bangsa memerlukan suatu konsepsi dan cita-cita. Jika mereka tak memilikinya atau jika konsepsi dan cita-cita itu menjadi kabur dan usang maka bangsa itu dalam bahaya”, inilah yang disampaikan Soekarno saat menyampaikan pidatonya dalam sidang PBB tanggal 30 September 1960 tentang konsepsi dan cita-cita Bangsa Indonesia, PANCASILA.
Umur PANCASILA kini sama dengan
umur negara Indonesia. Seperti bayi kembar, Indonesia lahir sehari lebih dulu
dan PANCASILA hadir di hari berikutnya. Semakin tua PANCASILA kekuatannya
semakin melemah dan kalah terhadap banyak ideologi lain yang berkembang.
Sila pertama dalam PANCASILA
yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa harusnya menjadi landasan moral dan etika
dalam aktivitas berbangsa dan bernegara. Sila pertama menekankan bahwa bangsa
kita adalah bangsa yang religius dan tidak menempatkan satu agama saja yang
dijadikan acuan atau memisahkan ruang antara agama dan kehidupan berbangsa dan
bernegara. Rasanya tidak ada agama yang mengajarkan kepada keburukan. Tapi
sayang pemahaman sempit yang tidak didasari semangat gotong royong malah tumbuh
subur. Belum lagi semangat primodialisme sempit dan chauvunisme menjadi salah
satu faktor konflik horizontal yang sering muncul di media belakangan ini dan
jelas bertengan dengan sila ke tiga, Persatuan Indonesia. Belum ditambah
banyaknya permasalahan sosial akibat tidak meratanya pendidikan dan kehidupan
ekonomi masyarakat Indonesia padahal jelas sila ke lima berbunyi, Keadilan
Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
PANCASILA kini seperti telah
kehilangan tempat dalam hati tiap masyarakat Indonesia. Sudah saatnya kembali
menjadi bahan introspeksi bagi kita semua bahwa PANCASILA adalah ideologi dan dasar
negara, menjadi pondasi utama dari 4 pilar berbangsa dan bernegara.
---
Opini : Suka deh gua sama
kata-kata diatas yang muncul dari keprihatinan gua yang nga tau apa-apa tentang
bangsa ini. Di saat yang murah cuman mobil dan tahu-tempe malah mahal, PANCASILA
memang terkesan sangat-sangat ideal tapi susah untuk masuk ke ranah praktis.
Seenggaknya ya boleh lah kalau memahami PANCASILA nga pake pemahaman yang rumit
cukup sederhana, misal berlaku adil dengan orang laiinya dengan tidak membuang
sampah sembarangan, merokok pada tempatnya, klo naik motor ya jangan lewat
trotoar yang jalan kaki kan nga bisa jalan terus klo memang beragama ya belajar
jadi tauladan yang baik. Hehhee... emang susah sih tapi nga ada salahnya klo
diusahakan. Oiya gua juga bukan ahli tulis dan tafsir jadi kalau ada
salah-salah tulis diatas mohon dimaafkan dan disampaikan ya ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar