Minggu, 09 September 2012

Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim di Indonesia


Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim di Indonesia
Oleh: Maundri Prihanggo/15108021

diambil dari Tugas Kebijakan Iklim

Beberapa tahun belakangan, perubahan iklim menjadi topik hangat di berbagai belahan dunia dikarenakan dampaknya yang mulai terasa. Tidak menentunya pola curah hujan dan kejadian iklim ekstrem, meningkatnya suhu udara juga peningkatan muka air laut adalah sedikit dari dampak yang terasa akibat perubahan iklim secara global, hal-hal tersebut tentunya berakibat pada perilaku manusia yang hidup di muka bumi dalam berbagai sektor seperti pertanian, sosial dan ekonomi serta lainnya.
ilustrasi akibat dari perubahan iklim
Dalam perubahan iklim, mitigasi akan memiliki peran yang cukup besar karena menyangkut usaha untuk mengurangi dampak perubahan iklim sedangkan yang menyangkut perilaku makhluk hidup untuk mempersiapkan diri terhadap perubahan iklim termasuk dalam langkah-langkah adaptasi.

Khusus di Indonesia, dampak perubahan iklim sudah mulai terasa. Sebagai negara yang berada di kawasan tropis, sebagian kawasan pesisir di Indonesia sudah mulai merasakan adanya kenaikan muka laut juga bagi masyarakat Indonesia yang menggantungkan dirinya pada sektor pertanian mulai bersiap-siap untuk mengantisipasi panen yang tak menentu. Mengingat Indonesia adalah negara maritim yang tidak hanya mengandalkan perekonomiannya pada sektor laut tapi juga darat maka tindakan-tindakan yang mengusahakan adaptasi dan mitigasi harus mulai dilakukan.


Dikarenakan dampak dan sumber dari perubahan iklim ini bersifat lintas sektoral sehingga berbagai macam pihak harus turut serta berperan dalam usaha mitigasi dan adaptasi juga diperlukan adanya usaha pengembangan dan inovasi teknologi maka beberapa hal dapat direkomendasikan sebagai berikut. Pertama, dukungan dan penajaman kebijakan fiskal, seperti meningkatkan alokasi Research and Development di bidang pertanian dan basis sumberdaya alam lain yang relevan. Kedua, pemberian insentif dan fasilitasi bagi peningkatan peran swasta dalam Research and Development, terutama yang berhubungan dengan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.  Ketiga, perbaikan kerjasama antara akademisi, pemerintah, swasta dan masyarakat (academics, business, government and civil society) dalam mengembangkan dan mewujudkan sistem pertanian yang lebih adaptif terhadap perubahan iklim. Di sinilah esensi besar bahwa solusi perubahan iklim dalam kerangka teknis dan kerangka struktural kelembagaan tetap harus berorientasi pada kesejahteraan rakyat dan masa depan pertanian Indonesia.

Sumber:

Teori Lempeng Tektonik

Plate Tectonic Theory
Teori Lempeng Tektonik

Diambil dari tugas PL3002-Aspek Kebencanaan Dalam Perencanaan

Teori lempeng tektonik merupakan teori yang berkembang di tahun 60an dan diperkenalkan oleh J. Tuzo Wilson. Jauh sebelum tahun 60an, Alfred Wegener mengemukakan pendapatnya tentang benua yang terapung pada beberapa kesempatan di forum ilmiah internasional namun ditolak dan pendapat Wegener inilah yang menjadi landasa berpikir tentang teori lempeng tektonik.
Tektonik berasal dari bahasa Yunani, memiliki arti “berkaitan dengan konstruksi” sebagian yang lain menyebutnya dengan struktur sehingga teori lempeng tektonik mejelaskan tentang pergerakan lempeng di permukaan bumi sekaligus menjelaskan aktivitas geologi yang ada. Terdapat beberapa lapisan pada bumi, yaitu kerak (crust), mantel (mantle), inti luar (outer core) dan inti dalam (inner core). Kerak bumi merupakan lapisan terluar yang terdiri dari continents dan ocean basin, selanjutnya mantel yang memiliki konsentrasi terbesar dari panas bumi dan terdiri dari dua bagian yaitu mantel dalam dan mantel luar dengan ketebelan kedua bagian tersebut sekitar 2900km. Selanjutnya lapisan paling dalam bumi yaitu inti luar dan inti dalam, bersama dengan mantel dalam ketiganya termasuk sebagaii bagian dari lapisan astenosphere bumi. Di atas lapisan astenosphere terdapat lapisan litosphere, mantel luar dan kerak bumi,  dimana proses lempeng tektonik terjadi. Bila kerak, mantel dan inti bumi dibagi berdasar pembentuk lapisannya maka pembagian lapisan bumi menjadi lapisan litosphere dan astenosphere berdasar proses mekanis yang terjadi.
 Jenis-jenis dari pergerakan lempeng tektonik:
1     
      Divergen
Pada pergerakan divergen, dua lempeng bergerak saling menjauhi. Saat kedua lempeng tersebut saling mejauhi maka magma yang terdapat di bawah lapisan litosphere akan bergerak ke atas sehingga membentuk deretan gunung api bawah laut contohnya adalah dereten gunung api bawah laut pada laut antartika yang juga makin menjauhkan benua Eropa dengan Benua Amerika

2.      Konvergen
Pergerakan jenis konvergen terjadi saat lempeng dengan densitas lebih padat bertemu dengan lempeng yang densitasnya kurang padat sehingga lempeng dengen densitas kurang padat tersebut terdorong ke lapisan mantel luar. Kejadian ini sering terjadi di daerah zona subduksi, daerah cincin api, sehingga frekuensi terjadinya gempa bumi cukup besar akibat pergerakan lempeng jenis konvergen. Namun, saat densitas dari kedua lempeng tidak terlalu jauh berbeda maka dapat muncul pegunungan api seperti pada Pegunungan Himalaya.

Konservatif
Bila pada pergerakan jenis divergen maka dapat memungkinkan terjadinya lempeng baru dan konvergen dapat meniadakan lempeng, pada jenis konservatif lempeng tersebut tidak hilang ataupun terbentuk suatu lempeng baru lagi namun saling bergeser sehingga memungkinkan aktivitas gempa bumi yang cukup tinggi. Contohnya adalah pada Lembah Sianok di Pulau Sumatra dan San Andreas di Amerika Serikat.