Selasa, 01 Oktober 2013

PANCASILA KINI

Tepat 48 tahun lalu, tanggal 1 Oktober 1965, terjadi peristiwa yang menjadi lembaran hitam dalam sejarah bangsa kita, Indonesia. Sebagian kelompok ingin memaksakan ideologinya kedalam konstitusi berbangsa dan bernegara dengan cara yang tidak manusiawi. Lagu genjer-genjer menjadi soundtrack pembunuhan berdarah 10 pahlawan revolusi di Jakarta dan Yogyakarta. Pendudukan Kantor Radio Republik Indonesia, penculikan dewan jenderal dan tindakan sadis berikutnya yang dilakukan kelompok tersebut dianggap tindakan yang berlawanan dengan dasar negara saat itu, PANCASILA.

Mari kita lupakan semua konspirasi yang berkaitan dengan peristiwa yang terjadi saat itu. Mari kita lupakan tentang hasil visum 7 jenderal yang dikubur dalam sumur tidak diumumkan dan bahkan dilebih-lebihkan, sebagian orang bahkan berkata pembasmian terhadap kelompok yang dianggap bertanggung jawab yaitu PKI dan terusannya seperti Gerwani lebih sadis. Mari kita lupakan tentang konspirasi untuk menjatuhkan presiden yang berkuasa saat itu, Soekarno dan semua keterlibatan agen asing dalam peristiwa ini. Mari kita fokus pada PANCASILA, lima sila yang menjadi ideologi dan dasar negara, yang semakin tabu untuk dibicarakan saat ini. Perlahan perannya hilang dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara digantikan oleh beragam ideologi ataupun pemahaman yang universal akan PANCASILA.

Kembali kita diajak untuk mundur 5 tahun 1 hari sebelum tanggal 1 Oktober 1965 untuk pertama kalinya PANCASILA diperkenalkan dalam sidang PBB oleh Soekarno. “Arus sejarah memperlihatkan dengan nyata bahwa semua bangsa memerlukan suatu konsepsi dan cita-cita. Jika mereka tak memilikinya atau jika konsepsi dan cita-cita itu menjadi kabur dan usang maka bangsa itu dalam bahaya”, inilah yang disampaikan Soekarno saat menyampaikan pidatonya dalam sidang PBB tanggal 30 September 1960 tentang konsepsi dan cita-cita Bangsa Indonesia, PANCASILA. Baru 15 tahun Indonesia merdeka namun suatu konsep yang menarik telah dibawa dalam ranah internasional yang mendapat apreasiasi luar biasa dari peserta sidang. Tapi itu dulu, saat pengaruh globalisasi belum begitu kuatnya seperti sekarang, saat manusia-manusia Indonesia masih satu dalam rasa dan asa.
Naskah Piagam Jakarta

PANCASILA lahir melalui proses yang tidak mudah. Perdebatan sengit dalam sidang pertama BPUPKI selama 4 hari sejak tanggal 29 Mei hinggal 1 Juni 1945, melahirkan gagasan PANCASILA yang masih berbeda dengan apa yang kita kenal saat ini. Soekarno berhasil meramu hasil sidang menjadi lima poin penting yaitu Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme, Mufakat, Kesejahteraan Sosial dan Ketuhanan Yang Berkebudayaan. Saat itu juga dijelaskan kenapa sila tersebut berjumlah lima? Penjelasannya sangatlah sederhana, dalam islam dikenal adanya rukun islam yang berjumlah lima, dalam tradisi jawa dikenal pantangan Mo Limo, belum lagi adanya kesatria jawa yang berjumlah lima yaitu pandawa lima. Wajarlah kita bertanya kenapa tidak tiga atau satu saja? Ternyata kembali Soekarno menjelaskan kalau memang ada peserta sidang yang tidak setuju satu juga tidak masalah karena semua sila yang ada berlandaskan semangat gotong royong. Peserta sidang walaupun terdiri dari beragam kelompok yang mewakili ideologi tertentu menerima apa yang disampaikan Soekarno dan bersiap untuk sidang kedua yang diadakan bulan Juli untuk membahas rancangan undang-undang dasar. Diantara waktu sidang pertama dan kedua, dibentuklah panitia sembilan yang diketuai oleh Soekarno dan berhasil merumuskan piagam jakarta pada tanggal 22 Juni 1945. Piagam jakarta inilah yang akan menjadi acuan pembukaan UUD 1945 yang kita kenal sekarang dan berisi PANCASILA. Jepang yang menjajah Indonesia di tahun 1945 telah berjanji memberikan kemerdekaan pada tanggal 24 Agustus 1945 dan petinggi-petinggi Indonesia saat itu sedang mempersiapkan segala perangkatnya dengan matang namun serangan bom atom Hiroshima-Nagasaki pada tanggal 6 dan 9 Agustus dijadikan celah bagi bangsa Indonesia untuk mempercepat proses kemerdekaan, wajar saja karena Filipina dan Myanmar diberikan kemerdekaan lebih cepat dari seharusnya. Tepat pada tanggal 17 Agustus 1945 akhirnya Indonesia menyatakan merdeka sebagai bangsa dan negara dan tanggal 18 Agustus 1945 adalah waktu dimana PANCASILA dan UUD 1945 dijadikan ideologi dan dasar dari segala sumber hukum yang berlaku di Indonesia serta dasar dari konsitusi yang berlaku. Ada hal yang menarik dari perumusan PANCASILA yaitu penghapusan 7 kata pada sila pertama Ketuhanan dengan kewadjiban mendjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa. Pelajaran yang sangat penting bagi kami generasi saat ini, masukan dari minoritas mampu merubah sesuatu yang fundamental dalam hitungan menit. Suatu proses demokrasi mufakat sudah diajarkan sejak awal lahirnya PANCASILA.

“Arus sejarah memperlihatkan dengan nyata bahwa semua bangsa memerlukan suatu konsepsi dan cita-cita. Jika mereka tak memilikinya atau jika konsepsi dan cita-cita itu menjadi kabur dan usang maka bangsa itu dalam bahaya”, inilah yang disampaikan Soekarno saat menyampaikan pidatonya dalam sidang PBB tanggal 30 September 1960 tentang konsepsi dan cita-cita Bangsa Indonesia, PANCASILA. 

Umur PANCASILA kini sama dengan umur negara Indonesia. Seperti bayi kembar, Indonesia lahir sehari lebih dulu dan PANCASILA hadir di hari berikutnya. Semakin tua PANCASILA kekuatannya semakin melemah dan kalah terhadap banyak ideologi lain yang berkembang.

Sila pertama dalam PANCASILA yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa harusnya menjadi landasan moral dan etika dalam aktivitas berbangsa dan bernegara. Sila pertama menekankan bahwa bangsa kita adalah bangsa yang religius dan tidak menempatkan satu agama saja yang dijadikan acuan atau memisahkan ruang antara agama dan kehidupan berbangsa dan bernegara. Rasanya tidak ada agama yang mengajarkan kepada keburukan. Tapi sayang pemahaman sempit yang tidak didasari semangat gotong royong malah tumbuh subur. Belum lagi semangat primodialisme sempit dan chauvunisme menjadi salah satu faktor konflik horizontal yang sering muncul di media belakangan ini dan jelas bertengan dengan sila ke tiga, Persatuan Indonesia. Belum ditambah banyaknya permasalahan sosial akibat tidak meratanya pendidikan dan kehidupan ekonomi masyarakat Indonesia padahal jelas sila ke lima berbunyi, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

PANCASILA kini seperti telah kehilangan tempat dalam hati tiap masyarakat Indonesia. Sudah saatnya kembali menjadi bahan introspeksi bagi kita semua bahwa PANCASILA adalah ideologi dan dasar negara, menjadi pondasi utama dari 4 pilar berbangsa dan bernegara.

---
Opini : Suka deh gua sama kata-kata diatas yang muncul dari keprihatinan gua yang nga tau apa-apa tentang bangsa ini. Di saat yang murah cuman mobil dan tahu-tempe malah mahal, PANCASILA memang terkesan sangat-sangat ideal tapi susah untuk masuk ke ranah praktis. Seenggaknya ya boleh lah kalau memahami PANCASILA nga pake pemahaman yang rumit cukup sederhana, misal berlaku adil dengan orang laiinya dengan tidak membuang sampah sembarangan, merokok pada tempatnya, klo naik motor ya jangan lewat trotoar yang jalan kaki kan nga bisa jalan terus klo memang beragama ya belajar jadi tauladan yang baik. Hehhee... emang susah sih tapi nga ada salahnya klo diusahakan. Oiya gua juga bukan ahli tulis dan tafsir jadi kalau ada salah-salah tulis diatas mohon dimaafkan dan disampaikan ya ^_^

Sabtu, 15 Juni 2013

Mengartikan Cinta

Mengartikan Cinta

Cinta itu fitrah yang datang langsung dari Yang Maha Kuasa. Tidak ada yang pernah dalam mencintai ataupun dicintai. Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (QS Ar-Rum [30]: 30). Jika demikian itu halnya agama Allah (Islam), tidak mungkin ada sesuatu yang bertentangan dengan fitrah tersebut. Sungguh sangat rugi orang yang mengingkari fitrah tersebut. 

Cintalah yang memanusiakan manusia, mewarnai kehidupan, dan menerbitkan harapan. Tiada masalah ada cinta pada manusia dan tiada pernah pula Allah karuniakan cinta untuk menyiksa. Layaknya cinta kepada Allah serta Rasul dan Agama yang dibawanya, cinta juga diperuntukkan untuk kedua insan manusia untuk saling mengasihi dan menenangkan. Allah menjadikan rasa cinta antara jenis yang berlawanan, sama seperti Allah jadikan rasa cinta manusia terhadap apa pun yang diinginkan di dunia. Lebih dari itu, Allah menjadikan rasa cinta dan kasih sayang sebagai tanda orang yang beriman. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang (QS Maryam [19]:96).

Merujuk ke Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata cinta antara lain diartikan suka sekali, sayang benar, terpikat, merindukan dan lain-lain. Sepertinya setiap bahasa yang ada di dunia memiliki padanan katanya masing-masing untuk kata cinta namun artinya tidak akan jauh berbeda.
Dalam Al-Quran kata yang paling banyak menunjukkan kata cinta adalah hubb yang diulang, dengan berbagai bentuknya, sebanyak 93 kali. Ulama besar pun, Jalaludin Abdurrahman as-Sayuthi (1454-1505 M) melakukan kajian terhadap kata hubb/cinta ini. Menurutnya kata hubb dalam bahasa arab terdiri dari dua huruf yaitu ha’ dan ba’. Pemilihan kedua huruf ini memiliki dasar filosofis yang dalam. Huruf ha’ terucap melalui akhir kerongkongan yang merupakan sumber suara. Tempat keluarnya tidak jauh dari jantung/hati yang merupakan sumber cinta. Sedangkan huruf ba’ lahir dari kedua bibir yang merupakan akhir tempat keluarnya suara. Dengan demikian, kata ini (hubb) menghimpun awal dan akhir sekaligus mengisyaratkan bahwa cinta adalah awal perasaan yang berlanjut hingga akhirnya. Demikian paparan as-Sayuthi ketika melakukan paparan analisis kebahasaan.
Sungguh mulia, Islam mengartikan cinta. Namun apa jadinya bila mencintai sesuatu berlebih-lebihan? Atau menempatkan cinta pada tempat yang tidak semestinya? Makna cinta itu luas maka jagan dipersempit dengan syahwat. Kasih sayang itu terlalu tinggi untuk direndahkan hanya dengan baku maksiat. Islam adalah agama yang mengajarkan cinta kasih. 

Namun kurang tepat bila cinta saling menggantungkan pada makhluk yang saling mencintai. Hanya Allah tempat kedua makhluk tersebut saling menggantungkan dirinya. Sehingga cinta tersebut akan kekal karena Allah adalah Dzat yang Maha Abadi. Tujuh Golongan yg dinaungi Allah dihari kiamat yg tiada tempat berteduh selain yg diizinkan Nya swt, Pemimpin yg Adil, dan pemuda yg tumbuh dengan beribadah pd Tuhannya, dan orang yg mencintai masjid masjid, dan dua orang yg saling menyayangi karena Allah, bersatu karena Allah dan berpisah karena Allah, dan orang yg diajak berbuat hina oleh wanita cantik dan kaya namun ia berkata : Aku Takut pd Allah, dan pria yg sedekah dg sembunyi2, dan orang yg ketika mengingat Allah dalam kesendirian berlinang airmatanya” (HR. Bukhari)
Cinta, cinta dan cinta. Tak akan pernah puas kita untuk membahasnya apalagi bila dihubungkan dengan cinta antar manusia. Sudah jelas cinta adalah fitrah manusia agar saling memberikan ketenangan saat berbuat kebaikan di atas muka bumi ini. Dengan demikian, Allah tidak mungkin melarang cinta hanya saja Dia mengarahkan ke arah yang berdampak baik bagi manusia.
Kalau sudah siap? Pastikan yang dicintai ada rasa juga jangan sampai bertepuk sebelah tangan karena rasanya pasti PAHIT! Habis itu ya langsung samperin orang tua yang dicintai biar waktu halalnya disegerakan donggg.
Kalau mencintai seseorang namun belum siap maka cintailah dia dalam diam dan berdoalah pada Allah karena hanya dia yang sanggup membolak-balikkan hati setiap makhluknya. Karena cinta menuntut kesetiaan dan cinta memikirkan yang dicintai bukan hanya kemarin dan sekarang tapi nanti. (Out of topic) Kalau sudah siap? Pastikan yang dicintai ada rasa juga jangan sampai bertepuk sebelah tangan karena rasanya pasti PAHIT! Habis itu ya langsung samperin orang tua yang dicintai biar waktu halalnya disegerakan donggg.
 —-
Dari buku Perempuan, karya Quraish Shihab dan Udah Putusin Aja, karya Felix Y. Siauw.