Selasa, 11 November 2014

Tentang rasa


Sepertinya kita saling memendam kata yang tersimpan dalam hati. Entah apa yang menyumbat tapi sulit sekali mulut ini hanya sekedar untuk mengucapkan kata, “apa kabar?”. Atau mungkin aku terlalu percaya diri hingga merasa kalau dia juga merasakan yang sama dengan yang kurasa.

“Hai, apa kabar?”, sapaku dalam hati. Seperti biasa aku tak sanggup bertegur sapa padahal dia hanyalah selangkah di depanku. “Bodoh, bodoh, bodoh”, seolah aku berbicara dengan diri sendiri. Hanya untuk menatap matanya saja aku takut, aku keliyepan, entah kemana arah mataku.

Berulang kali hal yang sama terjadi. Berhari-hari aku melakukan hal serupa. Sudah berlangsung lama sejak aku mengagumi dia, aku hanya terus berlari entah ke arah mana yang jelas tidak sejengkalpun aku semakin dekat dengan dia.

---

Dia seperti angin, seolah tak ada tapi selalu kurasa.

Sesekali aku melihat dia dari kejauhan, lebh tepat kalau dibilang aku ini mencuri pandang. Seperti kebanyakan perempuan, setiap dia menegakkan kepalanya, aku langsung sigap seolah-olah aku memperhatikan hal lainnya.

Sesekali pula aku dengan sangat sengaja berjalan di depan dia, persis di depannya. Berharap kalau dia menegurku terlebih dahulu lalu berlanjut pada obrolan yang lebih jauh. Ah, tidak, tidak. Dia terlalu sibuk sepertinya  dengan buku yang selalu bertumpuk di atas meja atau larut dalam obrolan tanpa arah dengan teman-temannya.

Mungkin waktu akan membantuku, menghilangkan semua rasaku tentang dia.
Terima kasih untukmu, waktu.

--

Mungkin rasa hanyalah sekedar rasa. Sampai kapanpun hanyalah sekedarnya.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar